Selasa, 14 Juli 2020

STOP GHIBAH! SAY NO TO GHIBAH!

Ghibah. Siapa yang tak familiar dengan kata itu? Tentunya sobat Kataku, Kata Kita pun sudah sering mendengarnya. Bahkan seringkali diremehkan oleh orang-orang di sekitar kita. Padahal, tahukah kalian, jika ghibah merupakan suatu perbuatan yang dipandang menjijikkan oleh Allah? Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, ghibah juga bisa diperbolehkan. Keadaan apakah yang membuat ghibah diperbolehkan?
Dalam artikel ini, Kataku, Kata Kita akan menyajikan untuk sobat sedikit pengetahuan tentang ghibah dengan harapan, penulis dan juga pembaca dari artikel ini, dapat mengambil hikmah dari tulisan yang disajikan.

Pengertian Ghibah

Sebelum membahas lebih jauh, tentunya kita harus tahu, “Apakah ghibah itu?”
Secara bahasa, ghibah artinya menggunjingkan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasullullah Saw. menjelaskan pengertian ghibah sebagai berikut.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya Ghibah)

Telah disebutkan dalam hadis di atas bahwa ghibah adalah membicarakan orang lain mengenai sesuatu yang tidak disukainya, apabila yang dibicarakan itu benar-benar ada pada dirinya. Atau dengan kata lain, menggunjingkan aib orang lain. Sedangkan apabila yang dibicarakan tidak benar-benar ada padanya, maka hal tersebut adalah perbuatan fitnah (menuduh tanpa bukti).

Pemicu Perbuatan Ghibah

Mengapa dorongan untuk menggunjingkan orang lain seringkali muncul dalam diri kita tanpa kita sadari? Bahkan sering pula, ghibah dilakukan dengan kesengajaan. Mengapa bisa demikian?

Menjawab pertanyaan tersebut, Imam Zainuddin al-Juba’i al-Amili as-Syami (w. 965 H) dalam karyanya Kasyf ar- Raibah ‘An Ahkam al-Ghibah mengungkapkan ada sepuluh hal yang bisa memicu perbuatan menggunjing keburukan orang lain yaitu: 

Pertama, kemarahan dalam diri pelaku ghibah terhadap si obyek. Amarah terhadap seseorang mendorong pelaku membeberkan aib yang bersangkutan. Terlebih jika ruh keagamaan dan sikap wara' hilang dari mereka yang tengah dirundung amarah.

Jika amarah tersebut tak tersalurkan atau ternetralisir dengan permintaan maaf, atau jiwa besar mengikhlaskan, yang akan terjadi selanjutnya adalah, amarah itu mengendap dan semakin mengeras dalam batinnya.

Amarah itu menjelma menjadi dendam kesumat, selamanya akan mengingat dan menyebutkan keburukan si fulan. Berhati-hatilah, kata al-Juba’I, amarah dan dendam pemicu dominan ghibah.

Kedua, solidaritas yang salah tempat. Berkumpul dalam perkumpulan, yang mungkin, tujuan awalnya baik, ternyata di tengah-tengah perbincangan tersebut, pelaku ghibah mengawali melontarkan isu, gosip, dan kabar burung tentang seseorang, lalu mengajak kita, benar-benar ikut dalam pusaran ghibah.

Kerap kali, dalam kondisi demikian, kita menyadari larangan berghibah, akan tetapi karena menjaga perasaan dan solidaritas salah tempat tadi, akhirnya, kita turut menjerumuskan diri, bersama-sama si pelaku berghibah
  
Ketiga, mendegradasi kredibilitas si obyek ghibah. Ini bisa jadi muncul karena misal faktor persaingan tak sehat, atau untuk tujuan mereduksi kredibilitas seseorang dalam hal persaksian. Pelaku dalam kondisi semacam ini, melakukan ‘serangan’ lebih awal untuk menjatuhkan ‘lawannya’ itu di depan publik.

Keempat, cuci tangan atas perbuatan yang sama-sama pernah dilakukan dengan si obyek ghibah.

Ia ingin mencitrakan seolah-olah bersih dan sepenuhnya tak terlibat, padahal fakta tidak demikian. Pelaku ghibah akan menguak aib yang sebenarnya, ia juga melakukannya. Ia berbohong untuk dirinya sendiri, namun ia jujur menguliti keburukan orang lain.

Kelima, keinginan mengangkat status pelaku dan menjatuhkan martabat si obyek dengan merendahkan dan atau menyebarkan kekurangan intelektualitasnya misal, kepada orang lain. Seperti tudingan bahwa si fulan itu bodoh, tak pandai bicara, dan minim wawasan. Tujuannya hanya satu, meninggikan derajat dan nilai si pelaku di mata orang.  

Keenam, dengki. Ia tak ingin saudaranya mendapat nikmat. Jika publik memuji ‘lawannya’, kedengkian si pelaku, akan membakar hatinya dan menggerakkannya melakukan ghibah.

Bagaimana agar publik berhenti memuji ‘saingannya’ itu. Caranya sangat tak santun dan tak beretika. Ia akan membuka aib orang tersebut di depan khalayak. Harapannya, rangkaian pujian demi pujian yang selama ini tertuju pada si obyek akan terhenti.   

Ketujuh, kekurangan dan aib seseorang sebagai bahan candaan. Sadar atau tidak, candaan tak pantas kita terhadap si fulan di belakangnya, bermuatan ghibah, meski sekadar ingin mencairkan suasana, memancing gelak tawa. namun, ketahuilah hal itu sama sekali tak pantas.

Kedelapan, keinginan merendahkan dan menghina si fulan. Menurut al-Juba’i, sekalipun pembeberan keburukan itu dilakukan di hadapannya, dan ia mengetahui dan mendengar, itu pun, bisa dikategorikan sebagai ghibah, sebab ia tak menutupi aib, malah membuka dan menjadikannya bahaan ejekan.

Kesembilan, menurut al-Juba’i, sangatlah tipis dan halus muatannya. Ini terkadang terjadi di kalangan orang-orang terdidik. Seperti perkataan demikian, “Kasihan si fulan saya ikut prihatin.”

Tak ada yang salah dengan kalimat ini, yang keliru ialah, biasanya kalimat ini disusul dengan membeberkan kekurangan-kekurangan si fulan yang melatarbelakangi mengapa si pelaku ghibah.   

Kesepuluh, kemurkaan karena Allah SWT. Kok bisa? Ya, ini lagi-lagi kerap menghinggapi mereka yang terdidik dan kalangan khusus seperti ulama. Seseorang bisa saja marah, karena si fulan bermaksiat, melanggar larangan-larangan-Nya, namun, secara spontan kerap, ia justru membuka aib si fulan tersebut di hadapan orang lain.

Dosa dan Bahaya Ghibah

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani, Rasulullah Saw. bersabda, “Ghibah itu lebih berat dari zina.” Seorang sahabat bertanya, 'Bagaimana bisa?' Rasulullah SAW menjelaskan, 'Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya,'" (HR At-Thabrani).

Mengutip dari sebuah buku berjudul Dosa Kecil yang Terabaikan Penyebab Siksa Azab Kubur yang Maha Pedih oleh Nur Aisyah Albantany disebutkan beberapa dalil-dalil keharaman ghibah dan bahayanya:

1. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. An-Nur: 19)

2. Di dalam Sunah Abu Dawud tercantum sebuah hadist yang diriwayatkan dari jalan 'Aisyah. Beliau berkata: "Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah memiliki sifat demikian dan demikian." Salah seorang periwayat hadist menjelaskan maksud ucapan 'Aisyah bahwa Syagiyah itu orangnya pendek. Maka Nabi Saw. bersabda, "Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan niscaya akan merubahnya."

3. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai orang yang telah menyatakan Islam dengan lisannya namun iman itu belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian semua menyakiti sesama muslim, janganlah kalian membuka aib mereka dan janganlah kalian semua mencari-cari (mengintai) kelemahan mereka. Karena siapa saja yang mencari kekurangan saudaranya sesama muslim maka Allah swt. akan mengintai kekurangannya dan siapa yang akan diintai Allah kekurangannya maka pasti Allah swt. akan ungkapkan, meskipun dia berada dalam rumahnya."

Bagaimana Allah Berfirman Mengenai Ghibah?

Pandangan Allah tentang perbuatan ghibah tersampaikan dengan jelas dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 sebagai berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak tahu siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az Zujaj.”

Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini menjelaskan agar seseorang menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.”

Seperti itulah, Allah memandang ghibah sebagai perbuatan yang sangat tercela dan menjijikkan.

Ghibah yang Diperbolehkan

Merujuk pada dalil-dalil di atas, ghibah merupakan perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, ghibah diperbolehkan jika ada tujuan syar'i sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi sebagai berikut.

1. Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Fulan telah menzalimiku.”

2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Fulan telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”

3. Meminta fatwa pada seorang mufti. Seperti seseorang bertanya pada mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”

4. Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.

5. Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.

6. Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)

Tips Menghindari dan Mengatasi Dorongan Ghibah

Nah, setelah mengetahui betapa bahaya dan besarnya dosa ghibah, tentunya sobat Kataku, Kata Kita tak mau terjerumus ke dalam dosa yang sama bukan? Karena itulah, di akhir artikel kali ini, Kataku, Kata Kita sedikit berbagi tips bagaimana sobat bisa menghindari perbuatan ghibah dan mengatasi dorongan ghibah.

1. Belajarlah mengendalikan emosi. Jangan biarkan amarah mengendalikan diri kita dan berusahalah untuk lebih dewasa dalam menghadapi setiap permasalahan yang menyapa. Ingat! Jangan terbawa oleh amarahmu atau kau akan terjerumus pada dosa yang lebih besar nantinya!

2. Tanamkan sifat pemaaf pada diri sendiri. Ketika kita memiliki jiwa yang mudah memaafkan dan kelapangan hati, maka tak mudah bagi kita terombang-ambing oleh emosi dan bibir kita insya Allah lebih terkendali untuk tidak menggunjingkan orang lain.

3. Berkumpul dengan orang-orang sholih. Sebagaiman tersebutkan dalam artikel di atas, ghibah bisa pula diakibatkan solidaritas yang salah tempat. Sebab itu, apabila kita berkumpul pada lingkungan orang-orang sholih, maka solidaritas tinggi kita bukanlah dalam perkara ghibah, melainkan membawa kita pada hal-hal yang baik, sebab kita juga berada pada lingkungan yang baik.

4. Sibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Ketika kita sendiri sibuk untuk memberikan kemanfaatan pada orang lain, maka waktu kita akan tersita untuk kebaikan. Sehingga tak ada lagi waktu yang tersisa untuk menggunjingkan orang lain.

5. Apabila berada di lingkungan orang-orang yang ghibah, maka lebih baik kita menghindar jika tak mampu mengingatkan atau menasihati dengan baik.

Itulah sedikit tips yang bisa Kataku, Kata Kita bagikan untuk sobat. Apabila ada tips tambahan atau koreksi untuk materi di atas, boleh langsung tulis di kolom komentar atau disampaikan langsung pada penulis melalui direct message akun Instagram @_kata.kitaaa.

Terakhir, kami sampaikan sebuah hadis yang artinya, “Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan titipkan aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)

Cukup sekian artikel kali ini. Semoga bermanfaat dan semoga kita semua dijauhkan oleh Allah dari perbuatan ghibah.

Jazaakumullahuu khairan katsiira. Wal 'afwu minkum.

Wallahu a'lam.

Referensi:
1. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ghibah
2. https://m.detik.com/news/berita/d-4729971/dosa-ghibah-lebih-berat-dari-zina-benarkah/2
3. https://m.republika.co.id/berita/phpaml320/kenali-10-pemicu-ghibah-yang-perlu-anda-waspadai
4. https://muslim.or.id/21518-ghibah-yang-dibolehkan.html

STOP GHIBAH! SAY NO TO GHIBAH!

Ghibah . Siapa yang tak familiar dengan kata itu? Tentunya sobat Kataku, Kata Kita pun sudah sering mendengarnya. Bahkan seringk...